Sejarah Gus Dur Tokoh Sejarah Indonesia Sekaligus Politisi - Siapa yang tidak mengenal tokoh nasional sekaligus politisi bernama Abdurrahman Wahid ataupun Gus Dur. Ketenaran Gus Dur memang melekat di masyarakat Indonesia. Bukan hanya sebagai tokoh Muslim di Indonesia saja, tetapi Gus Dur juga dikenal sebagai pemimpin politik yang pernah mencicipi kursi Presiden Indonesia keempat di tahun 1999 sampai 2001.
Hal inilah yang membuat mantan Presiden keempat Indonesia tersebut dikenal luas hingga memperlihatkan sosok asli dari seorang Gus Dur. Banyak ragam kisah sejarah bisa kita ambil dari seorang Gus Dur. Bahkan dari gaya berpolitiknya memang tidak biasa bahkan cenderung berbeda dari tokoh politik lainnya.
sejarah Gus Dur |
Sejarah Gus Dur Tokoh Sejarah Indonesia Sekaligus Politisi
Banyak sumber sejarah mengungkapkan sosok Gus Dur yang memiliki kharisma di dunia Islam tanah air. Bahkan dari informasi kehidupan sosok Abdurrahman Wahid ini memiliki beberapa informasi penting untuk kita amati dari bagaimana informasi secara lengkapnya sebagai sejarah Gus Dur yang saat ini banyak dibutuhkan.
Gus Dur lahir pada tahun 1940 di Jombang, Jawa Timur putra dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Nama asli Gus Dur adalah Abdurrahman Addakhil yang memiliki arti sebagai Sang Penakluk. Kemudian dari nama Addakhil dianggap tidak terlalu terkenal sehingga diganti dengan nama Wahid. Hingga akhirnya dikenal sebagai nama Gus Dur dengan arti Gus sebagai panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.
Menariknya dalam sejarah Gus Dur ini secara gamblang membeberkan bahwa dirinya memiliki darah Tionghoa. Gus Dur sendiri memahami dirinya memiliki keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok. Ternyata dari sosok Tan A Lok ini masih memiliki ikatan saudara dengan Raden Patah yang memiliki nama lain Tan Eng Hwa sebagai pendiri Kesultanan Demak.
Tidak banyak informasi diketahui bahkan masyarakat sendiri belum banyak yang mengetahui bahwa Gus Dur ini memiliki keturunan darah Tionghoa. Sedangkan dari sisi ikatan darah keturunan Tionghoa justru bisa terlihat dalam beberapa penelitian sejarah yang sudah dilakukan oleh Prancis.
Tepat di tahun 1944, Gus Dur memutuskan pindah ke Jakarta dari Jombang. Tujuan Gus Dur berpindah ke Jakarta adalah mengikuti ayahnya yang pada tahun 1944 terpilih menjadi Ketua Pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi. Dari beberapa sejarah Gus Dur yang sudah dirangkum, Masyumi sendiri menjadi salah satu organisasi yang berdiri atas dukungan tentara Jepang yang pada waktu itu masih menduduki Indonesia.
Namun, setelah Indonesia merdeka, Masyumi melakukan deklarasi dan pada tahun 1949 inilah Wahid berpindah ke Jakarta hingga melakukan pembelajaran di Jakarta. Gus Dur mengenyam bangku SD di Matraman Perwari. Karena sang ayah mendapat mandat sebagai Menteri Agama, maka Gus Dur memilih untuk menetap di Jakarta.
Dari sinilah kisah pendidikan dari dasar seorang Gus Dur mulai dikenal luas. Semenjak ayahanda Wahid meninggal di tahun 1953, Gus Dur meniti dunia pendidikan Sekolah Menengah Pertama di tahun 1954. Kemudian Gus Dur menjalani dunia pendidikan pesantren di Yogyakarta dengan bimbingan KH. Ali Maksum tepatnya di Pondok Pesantren Krapyak. Dari sinilah sejarah Gus Dur mulai banyak diketahui terutama dalam dunia pesantren.
Sempat mengenyam dunia pesantren selama 2 tahun, tepat pada tahun 1959 Gus Dur memutuskan untuk pindah ke Pesantren Tambakberas Jombang. Menariknya, Gus Dur juga mendapat pekerjaan sebagai guru hingga menjadi kepala sekolah di Madrasah hingga menjadi sebuah pengalaman terbaik bagi Gus Dur sendiri.
Tidak hanya mengenyam pendidikan di dalam negerti saja, akan tetapi dari sosok Gus Dur ini memiliki pengalaman mendapatkan pendidikan di luar negeri. Berkat adanya beasiswa dari Kementerian Agama di tahun 1963, Gus Dur mendapat kesempatan belajar Studi Islam di Universitas Al-Azhar tepatnya di Kairo, Mesir. Uniknya, dalam sejarah Gus Dur inilah terdapat momen dimana harus mengambil kelas remedial meskipun mengakui pintar dalam bahasa Arab.
Pada saat itu Gus Dur wajib memiliki kemampuan bahasa Arab, namun karena tidak memiliki bukti bahwa Gus Dur memiliki kemampuan bahasa Arab, terpaksa Gus Dur mengambil kelas remedial. Meskipun tengah belajar tentang Ilmu Islam tentu saja Gus Dur memiliki kesibukan lain selama belajar di Mesir. Pada beberapa kesempatan lain Gus Dur memiliki hobi menonton film Eropa dan Amerika hingga menonton pertandingan bola.
Selama belajar di Mesir, Gus Dur ternyata terpilih menjadi anggota Asosiasi Pelajar Indonesia kemudian menjadi seorang jurnalis di majalah asosiasi tersebut. Dari sinilah sejarah Gus Dur terlihat menarik sebab ada beberapa pertentangan dan rasa kecewa dari pihak Gus Dur mengenai berbagai materi yang diberikan dan sempat menolak berbagai metode belajar di dalam Universitas tersebut.
Tidak selang beberapa lama, tepatnya pada peristiwa Gerakan 30 September Gus Dur mendapat mandat sebagai karyawan ataupun pekerja di Kedutaan Besar Indonesia. Dari peristiwa G30S tersebut Gus Dur mengalami beberapa perubahan dalam dunia pendidikan. Sebab ada proses investigasi dari semua pekerja maupun pelajar di Mesir pada saat itu.
Nasip beruntung sempat didapatkan Gus Dur karena di tahun 1966 dirinya diberitahu haru mengulang belajar hingga diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad, Irak. Dari sejarah Gus Dur selama menjalani masa pendidikan di Irak tersebut memang terkesan menarik. Sebab Wahid juga menjalankan perannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia sekaligus menulis majalah asosiasi tersebut.
Gus Dur memiliki kesempatan bekerja sebagai jurnalis ataupun menulis untuk surat kabar yang nantinya memberi pengalaman terbaik dalam meningkatkan popularitasnya selama menjalankan masa belajar. Sempat mengalami masa cukup gemilang pada proses menjalankan kegiatan belajar di luar negeri, ternyata Wahid sendiri mengalami beberapa masa sulit setelah pulang ke Indonesia.
Di tahun 1974, Gus Dur harus bekerja sebagai penjual kacang dan mengantarkan es. Ditambah lagi harus menjadi seorang guru pesantren untuk mendapatkan tambahan. Setelah satu tahun bekerja dalam status guru pesantren membuat Gus Dur mendapat kepercayaan sebagai Guru Kitab Al Hikam. Dari sinilah sejarah Gus Dur semakin menarik dengan mendapat status guru di sebuah pesantren.
Setelah menjalankan reputasi sebagai guru pesantren, ternyata di tahun 1977 Wahid bergabung ke dalam Universitas Hasyim Asy’ari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam. Setelah berkecimpung dalam dunia pendidikan, sudah tentu Gus Dur mendapatkan akses untuk menjalankan Nahdlatul Ulama yang mana menjadi salah satu sumber inspirasi bagi kalangan anak muda.
Gus Dur sendiri sempat menjadi beberapa inisiator untuk bisa melakukan kritik ke beberapa tingkatan pejabat intelektual publik. Bahkan Gus Dur sendiri telah memiliki beberapa pengalaman sebagai pengamat politik sekaligus melakukan kampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pada saat itu PPP menjadi gabungan dari 4 partai besar termasuk NU. Hingga kini sejarah Gus Dur memberi informasi bagaimana peran besar PPP sebagai salah satu partai gabungan besar yang bisa dikatakan mendominasi.
Cukup banyak informasi sejarah Gus Dur yang semuanya bisa memperlihatkan bagaimana sepak terjang dari Gus Dur dari zaman dulu sampai sekarang. Dari sinilah kita bisa melihat bagaimana langkah Gus Dur dalam menjalankan semua potensi kepintaran dan pendidikan hingga memiliki akses ke dalam Nahdlatul Ulama.
Post a Comment for "Sejarah Gus Dur Tokoh Sejarah Indonesia Sekaligus Politisi"